Memotivasi Siswa Menghadapi UN
Oleh : Thomas Sutasman
Ujian
Nasional (UN) masih menjadi puncak kegiatan siswa selama belajar di tingkat
pendidikan. Apapun yang dilakukan sekolah (baca: guru) tercurah untuk
keberhasilan UN. Yang terjadi, seringkali UN hanya menjadi ajang gengsi
orang tua dan sekolah. Orang tua dan sekolah merasa puas akan keberhasilan
siswanya dalam UN. Mau tidak mau, UN masih akan dilaksanakan tahun ini.
Akibatnya, mulai sekarang, guru sudah setengah mati untuk mempersiapkan
siswa menghadapi UN, walau siswanya masih merasa santai atau tidak termotivasi.
Tugas
berat yang berada pada beban sekolah, selain materi UN, adalah memotivasi siswa
untuk berprestasi. Padahal memotivasi siswa bukan perkara yang gampang. Motivasi
berprestasi merupakan konsep personal yang inheren yang merupakan faktor
pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya agar meraih
kesuksesan. Untuk mencapai kesuksesan tersebut setiap orang mempunyai
hambatan-hambatan yang berbeda. Apabila orang memiliki motivasi berprestasi
yang tinggi, hambatan-hambatan tersebut akan dapat diatasi dan kesuksesan yang
dinginkan dapat diraih. Dengan demikian, memiliki motivasi berprestasi maka
akan muncul kesadaran bahwa dorongan untuk selalu mencapai kesuksesan (perilaku
produktif dan selalu memperhatikan kualitas) dapat menjadi sikap dan perilaku
permanen pada diri seseorang.
Menurut
Bendura (1992) bahwa bila seseorang
memiliki rasa yang kuat tentang kemampuan dirinya, maka
akan mendesak usaha yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
menantang dari pada orang yang memiliki keraguan diri akan kemampuannya. Adanya
perasaan mampu untuk berprestasi yang dimiliki oleh seseorang, akan memberikan
kontribusi yang sangat besar pada aspek percaya diri, yaitu bahwa ia akan
merasa yakin dengan kemampuannya untuk dapat mencapai suatu prestasi tertentu. Untuk
itu, memotivasi siswa untuk berprestasi dalam UN berpijak pada siswa itu sendiri.
Tugas sekolah adalah mengarahkan siswa untuk mempunyai motivasi berprestasi
dengan mengetahui siapa dirinya dalam hubungannya dengan orang lain dimana
mereka terlibat.
Seperti
dikatakan di atas, memotivasi siswa bukanlah hal yang mudah. Apalagi masih ada
siswa yang terbiasa instan menganggap UN masih lama berlangsung, dan
menjadi rahasia umum di kalangan siswa bahwa dalam UN bisa menyontek atau
curang, menjadi alasan utama bahwa UN tidak menjadi suatu tantangan bagi
siswa. Hal pertama yang perlu dijelaskan dan dipahamkan kepada siswa
bahwa UN adalah masih menjadi penentu kelulusan, maka harus dipersiapkan lebih
lama.
Kedua,
sekolah perlu meluangkan waktu khusus bersama siswa dua sampai tiga hari untuk
melakukan rekoleksi atau gladi rohani atau week end dengan mengundang motivator
atau orang yang berkompeten. Dalam kegaitan tersebut, siswa dibimbing agar
termotivasi dalam menghadapi UN sebagai salah satu jalan keberhasilan hidup,
sekaligus sebagai sarana untuk pembinaan mental siswa. Dimana, keberhasilan
siswa bukan menjadi keberhasilan diri sendiri saja, melainkan butuh
keterlibatan orang lain dalam dirinya.
Ketiga,
dalam pembelajaran keseharian di sekolah, siswa diarahkan untuk terlibat
aktif dengan peduli terhadap temannya yang kurang. Dengan demikian, kepercayaan
diri siswa tumbuh dan salah satu wujud membantu teman dalam waktu
yang tepat. Proses pembelajaran tidak sekedar sisitem drill saja, namun
diarahkan pada proses berpikir. Selain itu, proses pembelajaran tetap
mengunakan model-model pembelajaran yang menyenangkan, agar UN tidak menjadi
beban yang berat bagi siswa.
Keempat,
membangun iklim persaingan yang sehat, jujur,dan terbuka. Kejujuran dalam UN
merupakan hal hakiki yang harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam
UN. Biasanya sekolah mempersiapkan UN sekolah mengadakan lebih dari satu kali
try out atau latihan UN. Apabila dalam tryout siswa sudah dibiasakan mencontek atau berbuat curang lainnya, maka
dalam hari-H UN, siswa cenderung untuk berbuat serupa. Kepercayaan diri siswa telah hilang. Kemampuan untuk mengerjakan
soal UN tergantung pada orang lain, bukan dirinya sendiri. UN yang jujur sangat
tergantung pada proses menuju UN itu sendiri.
Kurang berarti walau soal UN dibuat dengan 20 tipe soal akan membuat UN
jujur, namun proses menuju UN tidak jujur.
Kesadaran yang perlu dikembangkan adalah UN yang jujur menjadikan persaingan
yang sehat antarsiswa juga antarsekolah.
Tak
kalah pentingnya, adakan dialog antara sekolah dan orang tua tentang
perkembangan siswa. Tugas berat sekolah untuk memotivasi siswa tanpa didukung
orang tua siswa di rumah menjadi hal yang sia-sia. Keprihatinan yang acapkali
terjadi adalah semua tanggung jawab pendidikan anaknya (siswa) selalu
dibebankan pada sekolah. (*)